JELAJAHPOS.COM | Makassar, 21 Juni 2025 — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan terus menunjukkan komitmennya dalam mengusut dugaan kasus Korupsi pokok-pokok pikiran (Pokir) Anggota DPRD Kabupaten Bone Tahun Anggaran 2024. Pada Kamis, 19 Juni 2025, tim penyidik dari Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel telah memeriksa tiga pejabat yang pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Bone, yakni Idrus, Ihsan Samin, dan Hj. Faidah.
Ketiganya diperiksa secara intensif di ruang penyidik Pidsus Kejati Sulsel di Makassar. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor: Print-619/P.4/Fd.2/06/2025. Pemeriksaan terhadap ketiga Plt Sekwan tersebut merupakan langkah awal dalam upaya pembuktian awal dugaan adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran Pokir DPRD Bone.
Menurut Penyidik Pidsus Pemeriksaan ini akan berlanjut dengan pemanggilan terhadap seluruh pihak yang memiliki keterkaitan dalam perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan Pokir DPRD Bone dan akan menjadwalkan pemanggilan kepada seluruh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta seluruh Kepala dinas teknis yang menangani pelaksanaan Pokir TA 2024.
Kasus dugaan korupsi Pokir DPRD Bone ini bermula dari laporan resmi Ketua Laskar Arung Palakka, Andi Akbar Napoleon. Ia telah menyerahkan sejumlah dokumen penting kepada penyidik Pidsus, termasuk 1.500 lembar halaman berisi LHP Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan.
Akbar Napoleon yang Ditemui Di Markas LAP menuturkan bahwa laporan ini bukan main-main "kami Akal Kawal Demonstrasi Sampai Ke Kantor Kejaksaan Agung Dan Melaporkan Langsung Ke JAKSA AGUNG St. BURHANUDDIN bila Kasus Ini tidak Di usut Tuntas"
Masyarakat Bone mengalami kerugian langsung akibat penyalahgunaan APBD 2024. Program Jaminan Kesehatan Universal Health Coverage (UHC) bagi masyarakat miskin terhenti karena Pemerintah Daerah Bone tidak memenuhi kewajibannya ke BPJS KESEHATAN Senilai 65 Milyar. Selain itu, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sekabupaten Bone pada tahun 2024 juga tidak dibayarkan selama 6 Bulan Senilai 25Milyar di tambah Tunjangan Profesi Guru Senilai 34 Milyar Belum lagi Pajak PBB Di Naikkan dua Kali Lipat Pada Tahun 2024.
Dalam penyelidikan ini, penyidik Kejati Sulsel telah menerima empat rangkap dokumen penting, termasuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kabupaten Bone Tahun 2023 dan 2024 (Buku I dan II), daftar nama pemilik Pokir dari kalangan Anggota DPRD Bone TA 2024, serta dokumen ulasan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama TAPD Pemkab Bone, baik sebelum maupun sesudah penetapan APBD 2024.
Hasil investigasi dari Tim Advokasi Aktivis LAP menemukan penggelembungan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun 2023 dalam penyusunan APBD Parsial I Tahun Anggaran 2024. Berdasarkan hasil audit resmi BPK, SiLPA semestinya hanya sebesar Rp25 miliar. Namun, dalam dokumen APBD Parsial I, angka tersebut meningkat drastis menjadi Rp106 miliar, tanpa dasar perhitungan yang rasional. Selisih sebesar Rp81 miliar digunakan untuk membiayai berbagai program dan proyek baru, termasuk usulan anggota DPRD, yang tidak tercantum dalam dokumen perencanaan seperti RKPD, KUA-PPAS, dan APBD Pokok. Praktik ini melanggar ketentuan dalam Permendagri Nomor 15 Tahun 2023 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020. Dampaknya, terjadi defisit anggaran, pemborosan belanja, keterlambatan pembayaran kepada pihak ketiga, serta potensi kerugian keuangan daerah.
Selain itu, ditemukan pula manipulasi terhadap target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam penyusunan APBD maupun Perubahan APBD TA 2024. Target PAD secara sengaja dinaikkan melebihi potensi riil untuk membuka ruang anggaran demi mengakomodasi proyek-proyek DPRD yang tidak ada dalam RKPD. Kebijakan ini berisiko tinggi karena berpotensi menimbulkan shortfall PAD sekitar Rp26 miliar pada akhir tahun anggaran. Tindakan tersebut tidak hanya melanggar prinsip kehati-hatian dalam penyusunan anggaran, tetapi juga bertentangan dengan PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2023 yang menekankan perlunya konsistensi antara target pendapatan dengan dokumen perencanaan dan kondisi riil daerah.
Lebih jauh, proses pembahasan RAPBD TA 2024 oleh DPRD dan TAPD juga menyimpan persoalan serius. Ratusan paket proyek aspirasi senilai Rp70 miliar yang tidak pernah dibahas dalam dokumen KUA-PPAS maupun pra-RKA SKPD justru dimasukkan dalam tahap penetapan APBD.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel Soetarmi, saat di hubungi Via Whatsapp" telah memberikan konfirmasi kepada media terkait perkembangan penyelidikan
"iye.. Keterangan dari bidang pidsus akan agendakan klarifikasi ke beberapa pihak terkait" ucap Soetarmi melalui Sambungan Whatsapp. (2R)