![]() |
ilustrasi oline |
Dilansir Softpedia, yang dikutip okezone.com, Minggu 25 AGustus, secara teori, uang yang dicuri dari akun perbankan online dan e-payment seharusnya dikembalikan oleh bank atau prosesor pembayaran. Namun kenyataannya hal itu tidak selalu terjadi.
Studi terbaru Kasperksy menunjukkan bahwa hanya 45 persen dari korban penipuan online mendapatkan kembali uang mereka, sedangkan 14 persen hanya mendapatkan sebagian. Selain itu, diketahui 33 persen korban ditipu melalui operasi e-payment, 17 persen dari e-banking, dan 13 persen saat berbelanja online.
Banyak pengguna internet percaya bahwa bank bertanggung jawab untuk membayar kembali setiap uang mereka yang hilang selama operasi online. Namun 42 persen dari korban mengatakan, lembaga keuangan harus menyediakan alat-alat keamanan gratis untuk melindungi mereka dari penjahat cyber.
Menurut Kaspersky, konsumen yang ingin memastikan benar-benar terlindungi harus mengatasi sendiri dan menggunakan solusi keamanan yang canggih. Pasalnya, penjahat cyber akan semakin tergoda jika konsumen hanya mengandalkan keamanan dari pedagang online dan bank.
“Itu semua menciptakan badai yang sempurna yaitu keuntungan bagi penjahat cyber dan melipatgandakan upaya mereka untuk mencuri uang dari pengguna, sedangkan pengguna mendelegasikan tindakan perlindungan kepada bank, layanan e-pay, dan toko online mereka,” jelas Kaspersky.