JELAJAHPOS.COM | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan kembali menunjukkan komitmen kuat dalam memberantas korupsi. Langkah tegas lanjutan ini dilancarkan dengan memanggil seluruh eks Sekretaris Daerah (Sekda) Bone, sebagai tindak lanjut Pengembangan pemeriksaan TAPD sebelumnya.
Sebelumnya, tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejati telah memeriksa seluruh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Bone. Namun, belum semua bisa hadir karena beberapa saksi—termasuk eks Kepala Bappeda Bone, Ade Fariq Ashar—yang sedang menjalankan ibadah Umrah. Kini, Penyidik Menjadwalkan ulang untuk diperiksa ulang kembali.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, memastikan bahwa "seluruh pihak terkait yang berhubungan dengan Pokir Anggota DPRD BONE tahun 2024 akan diperiksa." Pernyataan itu menjadi sinyal tegas bahwa penyelidikan akan di Ungkap dan diTuntaskan.
Tidak hanya itu, penyidik tim Pidsus telah menguasai semua berkas penting terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bone TA 2024. Semua dokumen kini berada di tangan mereka.
Di sisi publik, suara tuntutan terus menguat. Ketua umum Laskar Arung Palakka, Andi Akbar, mendesak penyidik Pidsus agar serius menyelidiki hingga ke "akar-akar" kasus korupsi ini, yang diduga menyusup jauh ke dalam struktur anggaran daerah.
“Kami mendesak Tim Penyidik Pidsus Kejati serius mengungkap Gurita Kasus Korupsi Pokir Anggota DPRD BONE TA 2024 ini yang menyebabkan rakyat Bone menderita,” lanjut Andi Akbar.
Kronologi kasus ini bermula dari laporan resmi Laskar Arung Palakka, yang menyerahkan bukti berupa 1.500 halaman LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulsel, serta dokumen penting lainnya yang mengindikasikan adanya manipulasi anggaran oleh Banggar DPRD dan TAPD.
Investigasi menemukan penggelembungan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun 2023 dari Rp 25 miliar menjadi Rp 106 miliar, yang kemudian "disalurkan" untuk membiayai paket-paket aspirasi anggota DPRD yang tidak melalui prosedur. Praktik ini terjadi tanpa dasar perhitungan rasional dan melanggar Permendagri No. 15/2023 dan No. 77/2020.
Selain itu, terdapat indikasi manipulasi target PAD yang dipatok terlalu tinggi agar anggaran “kosong” bisa dipakai untuk menyelipkan proyek-proyek tak berdasarkan perencanaan, berisiko menimbulkan shortfall sekitar Rp 26 miliar. Ini melanggar PP No. 12/2019 dan Permendagri No. 15/2023.
Lebih mencurigakan lagi, ratusan paket aspirasi senilai sekitar Rp 70 miliar tidak pernah dibahas dalam dokumen perencanaan seperti KUA-PPAS maupun RKA-pra-SKPD, namun kemudian dimasukkan ke dalam tahap penetapan APBD 2024.
Selain itu, UHC Istimewa Jaminan Kesehatan Rakyat Miskin di hentikan karna sifat keserakahan eksekutif dan legislatif yang mengedepankan pembayaran pokir ketimbang membayarkan jaminan kesehatan Rakyat Miskin yang merupakan belanja Wajib. Kemudian tunjangan profesi guru yang seharusnya di bayarkan pada tahun 2024 hingga saat ini belum juga di cairkan padahal pusat sudah mengirimkan dana tersebut ke rekening Pemda Bone pada desember 2024. Dan juga TPP ASN pun juga tidak di bayarkan selama 5 bulan di tahun 2024.
Dengan penguasaan dokumen-dokumen kritis seperti LHP BPK, daftar nama pemilik Pokir, ulasan pelanggaran Banggar dan TAPD, serta catatan manipulasi anggaran tim penyidik kini memiliki pijakan kuat untuk menyelidiki secara tuntas dan menjerat siapa pun yang terlibat.
Dengan seruan semangat pemberantasan korupsi yang harus ditindaklanjuti dengan bukti konkret. Kejati Sulsel memiliki peluang emas untuk menegakkan keadilan jika memang mereka bersungguh-sungguh mengungkap seluruh gurita korupsi ini sampai ke akarnya.
Kami Sudah Menembuskan Laporan Resmi ke Jaksa Agung Republik Indonesia St.Burhanuddin dan Jaksa Agung Muda Pengawasan Agar Laporan Kami Di Ungkap dan Di Tuntaskan. Tutupnya (2R)