Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger Templates

Iklan

Dua SPOB Milik H. Daha Diduga Isi Solar Subsidi di Dermaga PT IKI Makassar, Publik Pertanyakan Pengawasan dan SOP di Kawasan Vital Nasional

Redaksi jelajahpos.com
Wednesday, November 26, 2025 | 21:08 WIB Last Updated 2025-11-26T13:08:09Z


JELAJAHPOS.COM
| MAKASSAR,  Dugaan praktik penyaluran solar subsidi ilegal dalam skala besar kembali mencuat di Makassar. Temuan investigasi lapangan menunjukkan adanya dua kapal Self Propelled Oil Barge (SPOB) bernama Senia dan Resky, yang disebut-sebut milik seorang pengusaha bernama H. Daha (Ahda), diduga kuat menjadi bagian dari rantai distribusi solar subsidi yang ditarik dari Sulawesi Selatan menuju Kalimantan Selatan.

Yang memicu sorotan publik adalah fakta bahwa kedua kapal tersebut bersandar, menimbun muatan, dan melakukan aktivitas pengisian solar di area Dermaga PT Industri Kapal Indonesia (PT IKI) Makassar, sebuah fasilitas produksi perkapalan milik negara (BUMN) yang berstatus Objek Vital Nasional (Obvitnas).

Sejumlah pihak mempertanyakan bagaimana aktivitas seperti itu bisa berlangsung di dalam kawasan industri strategis milik negara tanpa pengawasan ketat.

Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (Perjosi), Salim Djati Mamma, menjelaskan bahwa PT IKI merupakan BUMN strategis yang bergerak dalam pembangunan kapal baru, reparasi kapal, marine structure, serta layanan docking.

Sebagai kawasan industri nasional dan Obvitnas, setiap kapal yang masuk seharusnya melalui mekanisme pengawasan ketat, mulai dari pemeriksaan administrasi kapal, pengecekan manifest muatan, tujuan sandar, legalitas BBM yang diangkut, serta koordinasi keamanan dengan TNI AL, Polairud, dan KPLP.

“Bagaimana mungkin dua SPOB yang diduga bermuatan BBM subsidi bisa keluar-masuk dermaga BUMN, sandar berhari-hari, dan melakukan pemuatan tanpa pengawasan ketat dari manajemen PT IKI maupun aparat pengawas pelabuhan” tegasnya, Rabu (26/11).

Menurut data lapangan yang diterima Perjosi, rantai distribusi diduga dimulai dari jaringan penimbun dan pengoplos solar subsidi di berbagai wilayah Sulsel, kemudian dikirim menggunakan mobil-mobil tangki liar, truk, hingga mobil mewah yang dimodifikasi.

Mobil-mobil ini dilaporkan parkir persis di depan kantor PT IKI, di lokasi yang oleh para penimbun disebut sebagai “sumur”, yakni titik penampungan dan transfer solar ke kapal karena posisinya sangat dekat dengan dermaga utama.


Dari informasi sumber internal yang memiliki akses lapangan, solar subsidi itu dimuat ke SPOB Senia dan SPOB Resky ketika sandar di dermaga PT IKI. Setelah muatan dianggap penuh, kapal bergerak menuju perairan sekitar Pulau Samalona.

Di lokasi tersebut sudah menunggu dua kapal berukuran besar, yaitu SPOB Herlin milik seorang pengusaha batu bara bernama H. Erwin, dan SPOB Duta Pertiwi milik H. Rusli, juga dari Kalimantan Selatan.

Kedua kapal ini disebut memiliki kapasitas tangki mencapai 500 kiloliter (KL), sehingga bisa menyerap volume besar dalam satu kali transfer.

Metode ship-to-ship (STS) disebut dilakukan di malam hari untuk menghindari sorotan publik.

Seorang sumber terpercaya meyampaikan kepada tim  redaksi, “Aktivitas ini bukan baru. Sudah berlangsung bulanan, terstruktur, dan melibatkan banyak pihak dari berbagai unsur.”

Informasi lain yang diterima tim redaksi menyebut bahwa H. Daha mendapat target memasok 2.000 ton solar subsidi per bulan untuk jaringan Kalsel. Target itu disebut berasal dari H. Erwin.

Namun realisasi hanya sekitar 1.300 ton, sehingga memicu tekanan internal.

Jika sampai Desember tidak terpenuhi, bantuan dana akan dicabut, ungkap seorang sumber yang mengetahui pola transaksi tersebut.

Di lapangan, harga pembelian solar subsidi dari kumpulan penimbun lokal berada di kisaran Rp 10.000 per liter. Namun H. Daha disebut menawarkan Rp 12.500 per liter, sehingga membuatnya dijuluki “idola pasar” karena berani membeli volume besar dengan harga jauh di atas rata-rata.

Investigasi ini juga menemukan adanya gesekan antara oknum aparat. Seorang sumber menyebut, terjadi perselisihan antara, seorang oknum TNI berinisial Hmk, dan seorang oknum anggota Polri berinisial Iqb.

Pemicunya adalah rebutan pemasok (pelansir) di Jeneponto yang memasok ke jaringan solar H. Daha. Hk diduga memilih memasok ke jaringan H. Daha karena harga pembelian lebih tinggi (+Rp 11.000 per liter).

Sumber menjelaskan, Ketegangan ini pernah mempengaruhi kelancaran distribusi.

Sejumlah narasumber juga menyampaikan adanya dugaan upaya pembungkaman terhadap beberapa aktivis dan media yang awalnya hendak mengungkap kasus ini.

Sebagian pihak disebut menerima imbalan, dijanji proyek, hingga panjar kendaraan mewah seperti Pajero dan Fortuner, untuk dijadikan mobil pengangkut solar bersubsidi, mengakibatkan, sejumlah peliputan dihentikan atau tidak dilanjutkan oleh pihak-pihak yang sebelumnya berencana mempublikasikan temuan lapangan.

Data lapangan juga menyebut bahwa akses SPOB Senia dan Resky masuk ke kawasan PT IKI difasilitasi seseorang bernama H. Ali, yang disebut sebagai anak mantu dari sosok pengusaha BBM bersubsidi “HK”.

Manuver ini memungkinkan kedua SPOB parkir lama di dalam kawasan PT IKI tanpa hambatan.

Ini yang membuat pertanyaan semakin besar. Bagaimana aktivitas seperti ini dapat berlangsung di dalam kawasan vital nasional tanpa tindakan tegas dari manajemen PT IKI maupun aparat keamanan pelabuhan” ungkap Ketum Perjosi.


Ketua Umum Perjosi menegaskan bahwa seluruh rangkaian aktivitas ini menunjukkan adanya kelengahan pengawasan di kawasan yang seharusnya menjadi area industri strategis BUMN.

Jika kapal-kapal yang diduga menyalurkan solar subsidi ilegal bisa beroperasi dari dalam dermaga BUMN, ini bukan lagi kasus kecil. Ini sudah menyerupai aktivitas terorganisasi. Aparat harus turun segera.” tegas Bung Salim.

Ia menambahkan, ketika solar subsidi bocor ke provinsi lain, negara dan masyarakat mengalami kerugian langsung.

Dengan target 2.000 ton per bulan, kebocoran solar subsidi ke industri batu bara di provinsi lain diperkirakan dapat menyebabkan kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah setiap bulan.

Selain itu, kebocoran solar subsidi dapat memicu, 

distorsi harga BBM,

kekurangan suplai untuk nelayan, petani, dan transportasi rakyat,

serta potensi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UU Migas, dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.

Bung Salim menegaskan bahwa pihaknya mendorong, agar segera audit menyeluruh terhadap operasional PT IKI, lakukan pemeriksaan dokumen kedatangan kapal, evaluasi sistem keamanan dermaga, serta penindakan terhadap semua oknum yang ikut menikmati aliran solar subsidi.

Kami meminta Kapolda Sulsel, Bapak  Irjen Pol Djuhandani untuk memerintahkan penyelidikan penuh terhadap aktivitas di PT IKI, serta menelusuri legalitas perizinan kapal milik H. Daha dan pemasok dari oknum aparat. tegasnya

Berdasarkan rangkaian temuan lapangan,

1. Dua kapal SPOB milik H. Daha yakni Senia dan Resky, yang beroperasi dari dermaga PT IKI Makassar.

2. Keduanya diduga memuat solar subsidi dari jaringan penimbun di Sulsel.

3. Solar dikirim ke kapal batu bara besar tujuan Kalimantan Selatan melalui metode STS.

4. Ada gesekan antara oknum aparat terkait jatah pemasok.

5. Diduga ada pembungkaman kepada beberapa pihak yang mencoba mengungkap kasus ini.

6. SOP keamanan PT IKI dipertanyakan keras karena kapal-kapal tersebut keluar-masuk tanpa pemeriksaan ketat.

7. Perjosi mendesak aparat turun penuh karena potensi kerugian negara sangat besar. (tim)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dua SPOB Milik H. Daha Diduga Isi Solar Subsidi di Dermaga PT IKI Makassar, Publik Pertanyakan Pengawasan dan SOP di Kawasan Vital Nasional

Trending Now

Iklan