WALMAS, JELAJAHPOS.com -- Unjuk rasa lanjutan yang digelar masyarakat Walenrang-Lamasi bersama sejumlah mahasiswa akhirnya menelan korban jiwa, Selasa, 12 November. Candra (26) warga Dusun Patokko, Desa Harapan, Kecamatan Walenrang meregang nyawa setelah tertembak di dada kiri.
Dalam aksi yang melumpuhkan Trans Sulawesi selama 24 jam itu, tindakan para pedemo kian menjadi. Sekira dua kilometer jalan diblokade dengan menggunakan mobil truk, batang kayu, batu, posko, dan tenda.
Tidak hanya itu, massa juga menyerang aparat kepolisian dengan menggunakan sejumlah sejata api rakitan. Diantaranya, pistol rakitan, papporo, bom melotov, ketapel, busur, material batu dan kayu.
Wakapolda Sulselbar, Brigjen Pol Ike Edwin yang memimpin pengamanan di lokasi demonstrasi akhirnya mengambil tindakan tegas dan keras sekira pukul 11.00 Wita. Sebanyak 400 personil yang terdiri dari BKO brimob Baebunta dan Parepare serta polres tetangga ditambah TNI, dikerahkan membubarkan massa. Satu unit kendaraan watercanon juga diturunkan. Bahkan, terdapat sejumlah sniper yang disiagakan di atas kendaraan lapis baja Baraccuda.
“Blokade harus dibuka,” tegas Ike mengerahkan personilnya memukul mundur demonstran.
Perintah itu membuat para personil keamanan langsung memukul mundur demonstran dengan menggunakan tembakan ratusan gas air mata dan peluru karet. Pada saat itu pula, korban Candra (26) ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan langsung dilarikan warga ke Polsek Walenrang dibantu aparat kepolisian. Buruh bangunan itu dipong ke dalam ruang unit sabar Polsek Walenrang dengan darah segar mengalir dari dalam mulutnya.
“Korban memang sudah tidak sadarkan diri saat tiba di polsek. Dan ketika dilarikan ke rumah sakit di Palopo, nyawa korban tidak terselamatkan. Ada luka bocor di dada kirinya,” aku Kapolres Luwu, AKBP Alan G Abast saat memberikan keterangan pers.
Sanak keluarga korban yang mengetahu infomasi itu langsung mendatangi polsek setempat dan histeris. Mereka tidak menyangka Candra akan ikut dalam aksi tersebut yang membuat nyawanya tidak terselamatkan. “Kenapa diliat-liati ji pak. Bawaki kodong ke rumah sakit siapa masih bisa tertolong,” histeris sanak keluarga korban.
Selain Candra, data yang dihimpun Harian FAJAR di RSUD Sawerigading Palopo, hingga Selasa siang sekira pukul 15.00 Wita, terdapat sedikitnya sembilan warga yang telah dirawat dengan luka bekas tembakan.
“Satu diantaranya meninggal dunia dengan kondisi luka bocor di dada kiri,” ujar Kepala RSUD Sawerigading Palopo, dr Rusdi yang dikonfirmasi via telepon selulernya.
Selama dalam aksi pukul mundur demonstran, aparat keamanan juga berhasil membekuk sedikitnya 27 warga yang diduga pelaku pelanggaran ketertiban umum tersebut. Para pelaku bahkan ada yang tergolong di bawah umum. Mereka pun kemudian digelandang ke Mapolres Luwu untuk dimankan.
Sementara itu, Sekretaris Kabupaten Luwu, Syaiful Alam mengatakan, tidak masuknya Luteng dalam satu daerah yang akan dimekarkan di tanah air memang hal yang keliru. Sehingga, menurutnya, wajar jika masyarakat Walmas melayangkan aksi protes.
“Selama ini hanya terkendala rekomendasi Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo. Tapi kan sudah ada. Kenapa pemerintah pusat tidak mengakomodir Luteng. Kita juga sesalkan,” kata Syaiful Alam.
Pemerintah sebut dia, bahkan berencana akan memboyong keterwakilan masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, organisasi pemuda, dan mahasiswa ke Jakarta untuk mempertanyakan tidak masuknya Luteng dalam pemekaran kabupaten baru.
“Kita upayakan dalam waktu dekat ini dengan agenda ke DPR RI dan menteri,” janjinya. fajar
Dalam aksi yang melumpuhkan Trans Sulawesi selama 24 jam itu, tindakan para pedemo kian menjadi. Sekira dua kilometer jalan diblokade dengan menggunakan mobil truk, batang kayu, batu, posko, dan tenda.
Tidak hanya itu, massa juga menyerang aparat kepolisian dengan menggunakan sejumlah sejata api rakitan. Diantaranya, pistol rakitan, papporo, bom melotov, ketapel, busur, material batu dan kayu.
Wakapolda Sulselbar, Brigjen Pol Ike Edwin yang memimpin pengamanan di lokasi demonstrasi akhirnya mengambil tindakan tegas dan keras sekira pukul 11.00 Wita. Sebanyak 400 personil yang terdiri dari BKO brimob Baebunta dan Parepare serta polres tetangga ditambah TNI, dikerahkan membubarkan massa. Satu unit kendaraan watercanon juga diturunkan. Bahkan, terdapat sejumlah sniper yang disiagakan di atas kendaraan lapis baja Baraccuda.
“Blokade harus dibuka,” tegas Ike mengerahkan personilnya memukul mundur demonstran.
Perintah itu membuat para personil keamanan langsung memukul mundur demonstran dengan menggunakan tembakan ratusan gas air mata dan peluru karet. Pada saat itu pula, korban Candra (26) ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan langsung dilarikan warga ke Polsek Walenrang dibantu aparat kepolisian. Buruh bangunan itu dipong ke dalam ruang unit sabar Polsek Walenrang dengan darah segar mengalir dari dalam mulutnya.
“Korban memang sudah tidak sadarkan diri saat tiba di polsek. Dan ketika dilarikan ke rumah sakit di Palopo, nyawa korban tidak terselamatkan. Ada luka bocor di dada kirinya,” aku Kapolres Luwu, AKBP Alan G Abast saat memberikan keterangan pers.
Sanak keluarga korban yang mengetahu infomasi itu langsung mendatangi polsek setempat dan histeris. Mereka tidak menyangka Candra akan ikut dalam aksi tersebut yang membuat nyawanya tidak terselamatkan. “Kenapa diliat-liati ji pak. Bawaki kodong ke rumah sakit siapa masih bisa tertolong,” histeris sanak keluarga korban.
Selain Candra, data yang dihimpun Harian FAJAR di RSUD Sawerigading Palopo, hingga Selasa siang sekira pukul 15.00 Wita, terdapat sedikitnya sembilan warga yang telah dirawat dengan luka bekas tembakan.
“Satu diantaranya meninggal dunia dengan kondisi luka bocor di dada kiri,” ujar Kepala RSUD Sawerigading Palopo, dr Rusdi yang dikonfirmasi via telepon selulernya.
Selama dalam aksi pukul mundur demonstran, aparat keamanan juga berhasil membekuk sedikitnya 27 warga yang diduga pelaku pelanggaran ketertiban umum tersebut. Para pelaku bahkan ada yang tergolong di bawah umum. Mereka pun kemudian digelandang ke Mapolres Luwu untuk dimankan.
Sementara itu, Sekretaris Kabupaten Luwu, Syaiful Alam mengatakan, tidak masuknya Luteng dalam satu daerah yang akan dimekarkan di tanah air memang hal yang keliru. Sehingga, menurutnya, wajar jika masyarakat Walmas melayangkan aksi protes.
“Selama ini hanya terkendala rekomendasi Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo. Tapi kan sudah ada. Kenapa pemerintah pusat tidak mengakomodir Luteng. Kita juga sesalkan,” kata Syaiful Alam.
Pemerintah sebut dia, bahkan berencana akan memboyong keterwakilan masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, organisasi pemuda, dan mahasiswa ke Jakarta untuk mempertanyakan tidak masuknya Luteng dalam pemekaran kabupaten baru.
“Kita upayakan dalam waktu dekat ini dengan agenda ke DPR RI dan menteri,” janjinya. fajar