GfdlTpWoGUW5TUr7GfM9GfdlGA==

Polisi Diam, "Upeti" Jalan Terus




ilustrasi
MOBIL-mobil plat hitam (plat gantung) semakin merajai bisnis transportasi di Makassar. Terminal Regional Daya (TRD) mati suri, begitupun pengusaha angkutan dibuat menjerit. Siapa di belakang para pemilik plat gantung ini?
------------------------------------------------------
MAKASSAR,JELAJAH POS.COM--Plat gantung mulai menjamur pada tahun 2009. Musababnya, adalah relokasi terminal dari Panaikang ke Daya. TRD berhasil menyelesaikan pembangunan fisik pada tahun 2003 dan resmi dioperasikan pada akhir 2004.
Rupanya, relokasi terminal menimbulkan masalah baru.

Puluhan perusahaan angkutan (PO) dengan ratusan kendaraan berbagai jenis, menolak masuk berpangkalan ke TRD.Padahal, pemerintah kota telah mengeluarkan peringatan agar PO-PO tidak lagi menaikkan dan menurunkan penumpang di luar TRD. Terminal-terminal bayangan di beberapa titik di luar TRD, diminta segera dihentikan operasinya.

Tetapi peringatan ini tak diindahkan. Selama bertahan-tahun puluhan PO tetap menolak berpangkalan di TRD. Mereka memilih berpangkalan di perwakilan masing-masing.
Akibatnya, TRD kehilangan banyak pundi-pundi pendapatan. Penumpang berkurang. Mereka lebih memilih naik di perwakilan PO di luar terminal, daripada masuk ke TRD.

Dalam setahun, TRD tercatat kehilangan hampir Rp 400 juta dari sektor ini saja. Ini belum termasuk pendapatan karcis
dari penumpang. 

Manajemen juga mencatat, sejak tahun 2004, TRD kehilangan hingga ratusan penumpang per harinya. Secara akumulatif, dalam kurun waktu setahun, terminal kehilangan hingga setengah miliar rupiah.
Imbasnya mulai tampak pada denyut bisnis di TRD. Lods-lods pedagang satu per satu mulai tutup.
Hampir 30 persen lods tak berpenghuni sejak itu.

Kondisinya kian parah tiga tahun kemudian. Banyak diantara lods yang dibiarkan rusak.
Pedagang memilih tak menempati lods-lods mereka dan pindah ke tempat lain, karena TRD dipandang tak lagi memberi harapan bisnis yang baik.

Bertahun-tahun situasi ini tanpa penyelesaian. Pengelola berupaya menempuh berbagai pendekatan agar PO-PO yang masih berpangkalan di luar TRD, bisa segera diajak masuk.

Tetapi lagi-lagi, tawaran itu mentah.
Situasi buruk memuncak pada tahun 2008. Kala itu, TRD ditinggal pergi banyak angkutan daerah. Angkutan daerah memilih berpangkalan di luar terminal dan menciptakan terminal-terminal bayangan di jalur keluar kota.
Ini adalah bentuk protes dari mereka atas kegagalan pemerintah dan pengelola terminal memasukkan PO-PO ke TRD.

Mulailah beroperasi beberapa terminal bayangan di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan. Setidaknya ada dua titik terminal bayangan "besar" di Perintis. Diantaranya di Kilometer 14, depan Kompleks AURI dan Kilometer 16 simpang lima Bandara Sultan Hasanuddin.

Di dua titik ini, terminal bayangan melayani seluruh rute penumpang di wilayah utara Makassar, mulai dari Barru, Parepare, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Bone, Wajo, Soppeng, Palopo hingga Tana Toraja.

Di dua terminal bayangan ini, pada 2009 mulai dipenuhi mobil-mobil plat gantung.
TRD semakin terpuruk dengan kehadiran dua terminal liar ini. Tahun 2010, dilakukan upaya penertiban dengan melibatkan seluruh komponen pemerintah, kepolisian dan AURI.
Plat gantung beroperasi dengan bebas seperti layaknya mobil penumpang berplat kuning. Awalnya, mobil-mobil plat gantung ini sempat ditertibkan, tetapi justru membuatnya tumbuh subur.

Sekarang, jumlah mobil plat gantung di terminal bayangan hampir sebanding dengan jumlah angkutan plat kuning. Penumpang pun bergeser menjadikannya sebagai angkutan primadona.

"Dulu hanya satu dua ji yang mangkal di sini. Sekarang mungkin lebih banyak dari plat kuning. Karena memang penumpang lebih suka naik di mobil plat gantung," ucap Rendi, sopir plat gantung jurusan Bone.

Menurut dia, plat gantung punya banyak kelebihan dari mobil-mobil angkutan reguler. Mobil plat gantung bisa mengantar ke manapun di wilayah kota, tanpa batasan waktu.

"Biar siang bisa juga mengantar ke kota. Kalau plat kuning kan tidak bisa, malam jam 10 baru bisa," jelas dia.
Selanjutnya, plat-plat gantung, rata-rata mobil baru. "Merek-mereknya juga rata-rata yang terkenal. Nda sama plat kuning, kan rata-rata mobil tua," ucap Rendi.

Tetapi lanjut Rendi, sekarang ini persaingan plat gantung juga semakin kuat. Ia juga mengeluhkan semakin minimnya pendapatan karena tidak adanya pembatasan jumlah mobil angkutan daerah.

Bagaimana bisa marak?. "Ya karena kebanyakan juga yang punya mobil plat gantung itu petugasji juga. Bagaimana mau ditertibkan," ujar Sy, sopir daerah.
"Pendapatan kami turun drastis. Tidak bisaki juga apa-apa. Mereka yang mangkal di terminal liar itu, tidak ada yang berani tertibkan. Polisi diam saja," ucap Pk, seorang sopir angkutan daerah Polewali.

Pk mengatakan, plat gantung ini tidak bisa dibatasi. Mereka berpangkalan di terminal liar dan membayar tarif parkir seperti angkutan biasa.
"Mereka juga dipungut biaya Rp 10.000 per penumpang. Saya heran, polisi liat-liatiji. Tidak pernah ditangkapi," katanya.

Benarkah juga ada keterlibatan oknum anggota TNI sebagai beking? Sejumlah sopir membenarkan.
"Semua orang juga sudah tahu, siapa-siapa disitu. Saya bilang tadi, polisi saja takut. Kalau polisi sudah takut, berarti di atasnya polisi itu," ucap rekan Pk.Indikasi keterlibatan aparat TNI dalam membekingi terminal liar, telah menjadi rahasia umum di kalangan pengelola TRD.

Hanya saja, selama ini pihak TRD memilih bungkam.
Mereka berdalih, TRD tidak punya wewenang untuk melakukan penertiban sampai di luar area terminal. Terminal liar adalah wewenang dishub dan satlantas.

Karena itu pada tahun 2009, pengelola melibatkan aparat satlantas, pihak POM AURI dan dinas perhubungan untuk memediasi persoalan ini. Hasilnya, terminal liar ditertibkan dan disepakati tidak ada lagi pangkalan angkutan daerah di luar TRD.

Seluruh aktivitas pengangkutan AKAP
maupun AKDP dipusatkan ke TRD.
POM AURI kemudian mengeluarkan semacam ultimatum akan menindak tegas anggota AURI yang diduga terlibat membekingi terminal liar. Mediasi gabungan tiga institusi ini berjalan efektif.

Tetapi itu hanya bertahan dua pekan. Setelah itu, plat hitam kembali marak.
Anehnya, posko satlantas yang ada di tempat itu tidak bisa berbuat apa-apa. Polisi hanya duduk dan membiarkan terminal ini tumbuh subur.

Mobil plat hitam (gantung) dengan bebas menaikkan dan menurunkan penumpang, tanpa ada larangan parkir. Sepanjang jalan, penumpang juga berjejal.

Wajar jika kemudian, mobil angkutan daerah di TRD meradang. Karena rupanya, polisi lalu lintas pun tak berdaya menghadapi mobil-mobil plat gantung.(Andi Rudi Fathir)

Type above and press Enter to search.