GfdlTpWoGUW5TUr7GfM9GfdlGA==

Kesemrawutan Anggaran, Defisit APBD Pangkep Menembus Angka Rp.38 miliar

Ket Foto : Ilustrasi
:: Penulis Aktivis Gerpak Sulsel

PANGKEP,JELAJAH POS.COM,-- Masyarakat dibuat bingung mengapa APBD Pangkep mengalami defisit. Bukankah defisit berarti tekor? Itu berarti kita harus utang. Siapa yang harus diutangi? Apa pun persoalannya, defisit berarti kita kehilangan sesuatu. Karena yang defisit APBD, berarti warga Pangkeplah yang telah kehilangan sesuatu.

Defisit anggaran memang sebuah kebijakan anggaran. Artinya, ada alasan mengapa itu terjadi dan dilakukan. Untuk APBN, kita bisa memaklumi karena gejolak perubahan ekonomi dunia memang sering terjadi. Tetapi untuk APBD, gejolak ekonomi makro tidak bisa jadi alasan. Kalaupun terjadi perubahan harga-harga, bisa disiasati dengan membelanjakan dana tersedia yang memang sudah dianggarkan secukupnya. Tidak usah belanja melebihi uang yang kita punya. Kalau begitu, pertanyaan atas defisit APBD bukanlah mengapa itu terjadi, tetapi mengapa dilakukan.

Berbeda dengan model penganggaran berimbang yang dianut sebelumnya. Defisit anggaran memang dimungkinkan dalam sistem penganggaran publik yang dianut saat ini. Dalam sebuah sistem anggaran, defisit anggaran maupun surplus anggaran sesungguhnya hanyalah sebuah pilihan. Tetapi, mengapa surplus anggaran tak pernah menjadi pilihan?

Tidak terserapnya anggaran pada waktu yang ditetapkan mengindikasikan buruknya perencanaan pembangunan. Bisa jadi, program memang tidak realistis. Sulit diimplementasikan karena bukan kebutuhan rakyat yang sesungguhnya. Yang lebih memprihatinkan ialah defisit APBD di luar program yang tidak terealisasi pada APBD tahun sebelumnya. Artinya, RAPBD saat ini memang dibuat “lebih besar pasak daripada tiang”. Belanja yang direncanakan lebih besar daripada penerimaan yang diprediksikan.

Apalagi dalam menyusun APBD, aturannya, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Defisit yang begini hanya bisa ditutupi dengan mencairkan dana cadangan (tabungan daerah), menjual aset yang dimiliki atau utang. Hanya, kebijakan anggaran semacam itu menimbulkan banyak pertanyaan.

Bukankah Pangkep juga berada pada posisi terancam terlanda musibah? Karena itu, dana cadangan harus tersedia secukupnya. Kalau menjual aset, apakah aset tersebut sudah tidak berguna? Tidakkah aset tersebut sebaiknya digunakan sehingga menghasilkan uang? Bukan untuk membiayai pengeluaran yang di luar kemampuan.

Sebaliknya, kalau harus utang, akankah program yang dibiayai utang nanti mendatangkan keuntungan serta mampu menutupi pokok utang dan bunganya? Jangan-jangan......??? Defisit anggaran itu memang menjadi kesengajaan para pengambil kebijakan Pemkab. Dengan dalih : "Biarlah ini dilakukan, toh hanya akan menjadi beban pemerintahan mendatang". Dengan demikian, program-program titipan bisa dilakukan.

Tentunya ini merupakan preseden buruk bagi penyusunan anggaran kedepan. Pada masa yang akan datang, defisit anggaran akan dianggap menjadi suatu hal yang biasa. Bukan tidak boleh defisit, tapi alangkah baiknya kalau dibiasakan masih ada kelebihan anggaran sehingga sektor-sektor yang akan menggerakan ekonomi masyarakat dapat terbantu.

Atau mungkin juga karena pengalaman. Pengalaman, karena pos penerimaan bisa dimainkan. Realisasi penerimaan sering melebihi target. Penerimaan daerah -kalau dibutuhkan- sebetulnya masih bisa dioptimalkan. Artinya, selama ini pos rencana penerimaan pendapatan daerah memang diminimalkan.

Kebijakan anggaran memang merupakan politik anggaran. Mereka yang berwenang memiliki hak untuk menentukan. Tapi, apakah mereka harus membuat kebijakan yang mengingkari MANDAT RAKYAT.(Fathir)

Type above and press Enter to search.