Mamuju,Jelajahpos.Com-POSPERA(Posko Perjuangan Rakyat) Sulbar desak Penegak hukum segera usut tuntas kasus proyek Balai Wilayah Sungai (BWS III) di Sulbar yang dinilai bermasalah dan banyak disoroti berbagai kalangan masyarakat luas.
Diketahui, pembangunan mega proyek bendungan Kayuangin melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Direktorat Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air Balai Wilayah Sulawesi (BWS) III dibangun tiga tahap yang menelan anggaran sekitar Rp 40 miliar dengan menggunakan APBN.Proyek yang dimaksud antara lain Bendungan Irigasi Tommo yang mulai dikerjakan sejak tahun 2010 dan berlanjut setiap tahun sampai sekarang.
Ketua Pospera Sulbar Rustan Asmaradanta menyatakan
Tahap I tahun 2013 untuk pembangunan bendungan, tahap II tahun 2014 untuk pembangunan selimut bendungan beton mercu dan tahap III tahun 2015 untuk pembangunan jaringan irigasi, dengan sistem multiyears contract. Luar Daerah Aliran Sungai (DAS) 361,72 kilometer persegi dan panjang sungai utama 42,62 kilometer." Jelas kepada Media Jelajapos.Com melalui pesan WA jum'at 30/9/2022.
Menurutnya, Bendungan Kayuangin merupakan tipe bendung OGEE yang memiliki lebar bendung 83 untuk mengairi sekitar 1.221 hektar (ha) areal persawahan di wilayah Malunda dan sekitarnya.Tahun 2022 dengan total estimasi anggaran selama dua belas tahun sudah mencapai 300an milyar rupiah padahal kisaran area persawahan yang akan diairi sangat sedikit dan makin menyempit.
Selain itu,Bendungan Kayuangin Malunda yang roboh pada tahun 2010 lalu kemudian dilokasi yang sama dibangun bendungan baru menggantikan bendungan lama yang roboh.
Bendungan Tommo dan Kayuangin itu terus diprotes semua kalangan bahkan sering dilakukan aksi demonstrasi tapi pihak penegak hukum sepertinya tidak melakukan apa-apa dan terkesan abai. Padahal jelas-jelas itu merupakan praktek yang sangat patut diduga sebagai ajang pencarian uang semata oleh pejabat-pejabat Balai.
"Ungkapnya.
Di katakan pula Rustan
"Kasus proyek-proyek BWS III itu memang perlu disikapi dan dikawal serius serta dorongan kuat ditingkat pusat krna sepertinya mereka kebal hukum didaerah. Paling tidak kita paparkan secara terbuka dimedia-media nasional misal TVone, Kompas, Metro dan lainnya agar semuanya bisa melihat seperti apa praktek mereka menghabiskan APBN didaerah sesuai kemauannya tanpa mempertimbangkan azas mafaat utk masyarakat. Biar publik bisa melihat lewat layar kaca bagaima pejabat BWS III di Sulbar semaunya bisa menganggarankan berkali-kali untuk satu objek lokasi yang sebenarnya sudah tidak dibutuh lagi untuk dibangun padahal daerah lain masih banyak lebih membutuhkan"
Rustan manambahkan bahwa dirinya dalam waktu dekat akan mengumpulkan data-data valid semua proyek BWS III yg bermasalah itu untuk dibahas khusus dengan DPP POSPERA di Jakarta termasuk dengan Pembina Pospera Adian Napitupulu untuk selanjutnya ditindak lanjuti klarifikasi langsun ke menteri PUPR terkait penganggaran proyek-proyek termaksud pada akhirnya mubazzir." ungkapnya
Klarifikasi itu penting sebab bukan hanya Irigasi Tommo dan Kayuangin jadi polemik tapi juga ada sejumlah proyek gagal karena alasan penolakan warga seperti proyek Air Baku Kunyi dan Batu Piak. Sebenarnya bukan soal penolakan warga tapi Pihak Balai Menggandeng rekanan/kontraktor dari luar yang mungkin sarat kepentingan akan tetapi rekanan luar itu sama sekali tidak memahami kondisi sosial masyarakat setempat yang pada akhirnya berujung penolakan. Akibatnya proyek-proyek itu hanya sampai pada pengadaan pipa lalu di optimasi dan pipa-pipa yang diadakan itu sekarang mubazzir dan sebahagian besar bertumpuk begitu saja, dihalaman kantor BWS III dan lainnya entah dimana. Itu artinya BWS tidak mampu membangun komunikasi yang baik dengan elemen di daerah. Sehingga tidak terjadi sinergi antara keinginan masyarakat di daerah dan keinginan pihak balai. Dan akhirnya anggaran yang seharusnya sudah bisa dinikmati masyarakat didaerah menjadi sia-sia karena kepentingan oknum-oknum pejabat BWS III sendiri jadi kesimpulannya. Proyek-Proyek pembangunan itu sebenarnya untuk siapa, apakah untuk rakyat atau untuk pejabat.
Muh.Yusuf Kepala Desa Kayuangin Kecamatan Malunda menyebutkan, kondisi cuaca sebelum jebolnya bendungan Kayuangin tak berpotensi banjir.
“Saya menduga kuat kekuatan bendungan yang bermasalah akibat kontruksi bangunan yang kurang tahan,” sebut Yusuf.
“Kami minta pihak Kejati Sulbar lakukan penyelidikan bendungan Kayuangin dan membawa para penanggungjawab kegiatan mega proyek tersebut ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan secara hukum,” tegas Yusuf
Sementara itu,pihak BWS III Sulawesi Barat ketika di hubungi melalui via HP belum ada jawaban sampai berita ini dimuat.( Wh)