Jelajah Pos --- Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra
menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak tegas menyikapi kasus
antara KPK dan Polri. Seharusnya Presiden SBY selaku kepala negara tegas
bertindak jika ada persoalan seperti kasus KPK dengan Polri."Presiden
SBY itu selaku kepala negara harus tegas. Kasus antara KPK dengan Polri
bukan tidak bisa diselesaikan oleh Presiden. Silakan panggil Kapolri
dan undangan KPK. Kalau Presiden mengundang Ketua KPK itu boleh,
memanggilnya yang tidak boleh," tegas Yusril ditemui di kantor Pabrik
Rokok Gudang Baru, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (8/10/2012).
Saat ini, menurut Yusril, SBY harus bisa menyelesaikan konflik KPK dan Polri itu. Sebab, masalah itu juga masalah negara. Apa pun masalah negara, Presiden berhak menyelesaikannya.
Hal yang tidak boleh diintervensi Presiden, ujar Yusril, jika kasus sudah dalam proses pengadilan.
"Kalau kasusnya belum masuk proses pengadilan, Presiden sah-sah saja mengintervensi demi stabilitas negara," katanya.
Sementara itu, soal kasus KPK dan Polri, Yusril mengaku sudah sejak awal dirinya menyampaikan soal penanganan kasus korupsi antara wilayah Polri dan KPK. "Jika kasus korupsi sudah ditangani Polri, dan Polri masih mampu menanganinya, KPK jangan ikut menangani. Begitu juga sebaliknya," jelasnya.
Hal itu harus diatur dan dibicarakan secara utuh dengan dua institusi itu (Polri dan KPK). Begitu juga soal penyidik yang ditugaskan di KPK. Kalau penyidik akan ditarik dari KPK, penyidiknya harus bersedia.
"Jangan kemudian penyidiknya tidak mau dan sudah merasa nyaman bertugas di KPK. Walau kerjanya di KPK, status penyidik itu tetap polisi. Jika tidak mau ditarik oleh Polri maka harus berhenti dulu jadi polisi," tegas Yusril.
Begitu pula jika penyidik KPK dari kejaksaan, menurut Yusril, jika pihak Kejaksaan akan menariknya, yang bersangkutan harus bersedia. "Karena status mereka masih tetap jaksa," katanya.
Yusril menyarankan Presiden SBY, pihak Polri dan juga KPK, jika ada masalah sedini mungkin harus segera diselesaikan. "Ibarat kebakaran, sebelum kebakaran membesar, harus dipadamkan. Sementara saat ini kebakaran sudah membesar, baru sibuk untuk memadamkannya," katanya.
Sumber : Tribun Timur
Saat ini, menurut Yusril, SBY harus bisa menyelesaikan konflik KPK dan Polri itu. Sebab, masalah itu juga masalah negara. Apa pun masalah negara, Presiden berhak menyelesaikannya.
Hal yang tidak boleh diintervensi Presiden, ujar Yusril, jika kasus sudah dalam proses pengadilan.
"Kalau kasusnya belum masuk proses pengadilan, Presiden sah-sah saja mengintervensi demi stabilitas negara," katanya.
Sementara itu, soal kasus KPK dan Polri, Yusril mengaku sudah sejak awal dirinya menyampaikan soal penanganan kasus korupsi antara wilayah Polri dan KPK. "Jika kasus korupsi sudah ditangani Polri, dan Polri masih mampu menanganinya, KPK jangan ikut menangani. Begitu juga sebaliknya," jelasnya.
Hal itu harus diatur dan dibicarakan secara utuh dengan dua institusi itu (Polri dan KPK). Begitu juga soal penyidik yang ditugaskan di KPK. Kalau penyidik akan ditarik dari KPK, penyidiknya harus bersedia.
"Jangan kemudian penyidiknya tidak mau dan sudah merasa nyaman bertugas di KPK. Walau kerjanya di KPK, status penyidik itu tetap polisi. Jika tidak mau ditarik oleh Polri maka harus berhenti dulu jadi polisi," tegas Yusril.
Begitu pula jika penyidik KPK dari kejaksaan, menurut Yusril, jika pihak Kejaksaan akan menariknya, yang bersangkutan harus bersedia. "Karena status mereka masih tetap jaksa," katanya.
Yusril menyarankan Presiden SBY, pihak Polri dan juga KPK, jika ada masalah sedini mungkin harus segera diselesaikan. "Ibarat kebakaran, sebelum kebakaran membesar, harus dipadamkan. Sementara saat ini kebakaran sudah membesar, baru sibuk untuk memadamkannya," katanya.
Sumber : Tribun Timur